Brindonews.com
Beranda News PB IDI Keliru Memberhentikan Mantan Menteri Kesehatan Dokter Terawan

PB IDI Keliru Memberhentikan Mantan Menteri Kesehatan Dokter Terawan

Penilus: Dr. Hasrul Buamona, S.H., M.H. (Advokad dan Pakar Hukum Kesehatan Universitas Widya Mataram Yogyakarta).


Sabtu 26
Maret 2021 berita nasional baik itu televisi dan media online nasional
diramaikan dengan pemberitaan Ikatan Dokter Indonesia  yang dalam hasil keputusan Muktamar ke-3di
Banda Aceh, di mana memecat Dokter Terawan Agus Putranto berdasarkan hasil
Surat Tim Khusus MKEK Nomor :0312/PP/MKEK/03/2022 (CNBC tanggal 26 maret 2022).
 





Melalui
keputusan tersebut diatas, dokter Terawan diberhentikan telah melakukan 5
(lima) pelanggaran menurut IDI dan MKEK. Akan tetapi yang menjadi fokus penulis,
hanya terkait promosi vaksin nusantara yang kemudian menjadi pertanyaan hukum
penting apakah perbuatan tersebut memang benar masuk dalam domain kode etik
kedokteran atau lebih masuk dalam 
domain disiplin ilmu kedokteran yang sudah tentu menjadi kompetensi dari
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).

Dalam hukum kedokteran
dikenal beberapa kaidah-kaidah yang mengatur profesi kedokteran, yaitu
 kaidah hukum baik itu pidana, perdata
dan administrasi negara serta juga  kaidah
etik kedokteran dan kaidah disiplin ilmu kedokteran. Perlu diketahui bahwa
segala bentuk pelanggaran medis yang dilakukan oleh dokter, tidak semata-mata
perspektif penyelesaiannya hanya tertuju pada Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran (MKEK). 

Sumpah Hippocrates merupakan esensi mendasar
bagi setiap dokter dalam menjalankan tindakan kedokteran. Sumpah hippocrates
ini pula, yang kemudian menjadi dasar, tidak hanya dalam domain etika
kedokteran saja, tetapi juga menjadi dasar bagi domain disiplin keilmuan kedokteran
bahkan termasuk penegakan hukum.





Telah jelas
bahwa tugas MKEK untuk melakukan pengawasan dan penilaian pelaksanaan etik
kedokteran, dimana bertujuan profesi dokter dan seluruh pengabdiannya yang
harus bersifat altruisme, yang harus sejalan dengan cita-cita luhur profesi
kedokteran. Sehingga ini merupakan domain dan kompetensi etika, sehingga tidak
masuk dalam penerapan keilmuan kedokteran. Hal ini senada dengan Pasal
1 Angka 3 Pedoman MKEK,
yang
menyebutkan bahwa
:”Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) ialah
salah satu badan otonom Ikatan Dokter Indonesa (IDI) yang dibentuk secara
khusus di tingkat Pusat, Wilayah dan
Cabang untuk menjalankan tugas kemahkamahan profesi, pembinaan etika profesi
dan atau tugas kelembagaan dan ad hoc lainnya dalam tingkatannya
masing-masing.”
Harus penulis
tegaskan bahwa yuridiksi MKEK adalah mengadili tindakan pelanggaran etika
kedokteran bukan pelanggaran disiplin keilmuan kedokteran.
 

Apabila
kembali merujuk pada Pasal 1 angka 14 UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran yang berbunyi bahwa “Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang berwenang untuk
menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan
kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi
”. Yang mana, terkait pengaturan disiplin
ilmu kedokteran, lebih lanjut diatur dalam Peraturan Konsil Kedokteran No.4
Tahun 2011 Tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi.

Selain itu
sesuai Pasal 64 UU Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas:a.menerima pengaduan,
memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
yang diajukan; danb.menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran
disiplin dokter atau dokter gigi.
 





Menutup
tulisan ini, penulis perlu sampaikan bahwa tindakan IDI yang memberhentikan
Dokter Terawan berfokus pada alasan vaksin nusantara adalah tindakan keliru,
gegabah dan abuse of power.
Dikarenakan persoalan
vaksin tersebut merupakan wilayah penerapan keilmuan kedokteran, yang
sepatutnya diuji oleh Majelis Kehormatan Disiplin Keilmuan Kedoketeran
Indonesia (MKDKI), dan bukan diuji oleh Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran(
MKEK).

Menurut
penulis,
sekiranya ini menjadi penting bagi
Ikatan Dokter Indonesia untuk mengoreksi kembali keputusan dimaksud dan menjadi
penting juga bagi dokter Terawan untuk melakukan upaya hukum.
(*)





Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan