Hasrul Buamona Jadi Ahli dalam Kasus Sate Sianida di Bantul

![]() |
Dr. Hasrul Buamona saat memberikatan keterangan ahli dalam sidang lanjutan perkara Sate Sianida di Pengadilan Negeri Bantul. |
Dr. Hasrul Buamona Pakar menjadi ahli
dalam sidang kasus Sate Sianida di Pengadilan Bantul, Kamis 28 Oktober sekira
pukul 10.30 WIB.
Advokat dan Pakar Hukum Pidana Kesehatan Fakultas Hukum
Universitas Widya Mataram Yogyakarta dihadirkan dalam sidang perkara nomor
224/Pid.B/2021/PN.Btl dengan agenda pemeriksaan keterangan ahli oleh Penasihat
Hukum Terdakwa Nani.
Dalam keterangan ahlinya, lanjut
Hasrul, ada 3 unsur penting dolus
premeditatus atau pembunuhan. Pertama, sengaja (niat/mens rea); kedua, rencana
lebih dahulu atau berpikir dengan tenang untuk mempersiapkan tindak pidana; dan
ketiga adalah rencana atau pembuat pidana sudah melaksanakan tindak pidananya.
“Menurut ahli, mengapa dalam kasus ini jaksa
penuntut umum tidak meminta tanggung jawab hukum Nani (terdakwa) dengan pasal
percobaan pembunuhan, dikarenakan tindak pidana pembunuan berencana tidak
selesai,” kata Hasrul dalam keterangan tertulis yang diterima brindonews.com,
Kamis malam.
Hasrul mengemukakan, titik atau letak mens
rea Pasal 340 yaitu sengaja. Direncanakan dan rencanakan dikarenakan ini syarat
utama dari adanya kesalahan atau kesengajaan dalam delik ini. Perbedaan dengan
Pasal 338 adalah perbuatan tersebut dilakukan secara spontan, sedangkan
persamaanya adalah Pasal 338 dan Pasal 340 sama-sama memiliki niat jahat
merampas nyawa orang lain.
“Dikarenakan sate sianida yang awalnya
untuk membunuh Tomi, namun oleh tukang ojek tersebut diberikan kepada anaknya
hingga tewas. Maka disinilah kelalaian (Pasal 359 KUHP) terjadi, dikarenkan
kelalaian itu muncul bukan disebabkan oleh Terdakwa melainkan tukang ojek.
Namun, dalam kasus ini Terdakwa sebagai Doen
Pleger atau Manus Domina (aktor intelektual), sedangkan yang disuruh adalah
Manus Ministra hanya sebagai alat belaka tidak memiliki niat jahat atau
permufakatan jahat. Maka diberikan alasan pemaaf sehingga pertanggungjawaban
pidana Pasal 359 KUHP tersebut hanya dikenakan kepada Doen Pleger/ Manus
Domina/Terdakwa,” ucapnya.
Selain itu, sambung Hasrul, menurut
ahli visum et repertum memiliki
kedudukan pembuktian sebagai keterangan ahli (visa : penyaksian) dan alat bukti
surat (reperta: laporan tertulis) yang ini dikuatkan dengan pro justitia.
Terkait kasus ini, menurut Hasrul,
harusnya dilakukan juga visum et repertum
atas pemeriksaan mayat sampai pada otopsi sesuai Pasal 134 KUHAP. Ini dilakukan
untuk mengetahui korban tersebut matinya karena sianida bukan karena sebab lain
seperti yang dimaksud novus actus
intervenien.
“Tujuannya untuk mencapai kebenaran
materiil dalam sidang kasus pidana,” ujarnya. (red)