Brindonews.com
Beranda News Gubernur Komitmen Lestarikan Kehati di Malut

Gubernur Komitmen Lestarikan Kehati di Malut

AGK: Malut Sebagai Rumah Tumbuhan dan Satwa Unik dan Langkah 






SOFIFI, BRN – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggelar forum dialog membahas keanekaragaman hayati (kehati) Provinsi Maluku Utara (Malut), Senin (24/6). Rangkaian dialog yang dipusatkan di lantai IV Kantor Gubernur Malut itu menekankan pada penguatan dan komitmen pengelolaan kehati. 

Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba (AGK) dalam sambutannya mengajak seluruh masyarakat Malut turut berperan aktif dalam pelestarian dan pengelolaan kehati. Pelibatan itu selain Malut masuk wilayah Garis Wallace, 80 persen wilayah Provinsi Maluku Utara terdapat hutan yang menyimpan jenis fauna endemik dan berbagai kekayaan alam lainnya salah satu alasan membangun komitmen pengelolaan keanekaragaman hayati atau kehati. 

Garis Wallace adalah sebuah garis hipotesis yang memisahkan wilayah geografi hewan Asia dan Australia. Garis ini diberi nama sesuai nama penemunya yaitu Alfred Russel Wallace





Garis Wallace

Maluku Utara adalah wilayah atau kawasan biogeografis yang masuk subkawasan Maluku. Pulau Morotai, Halmahera, Bacan, Obi, Buru, Ambon dan Seram adalah sekelompok pulau-pulau kawasan Wallacea atau zona transisi antara daerah biogeografis Indo-Malaya Raya dan Australia. Pada Wallacea ini terdapat 697 spesies burung, 249 atau 36 persen diantara endemik.

Pembagian subkawasan dalam Garis Wallace

Menurut Abdul Gani, terletak pada kawasan Wallace menjadikan Provinsi Maluku Utara sebagai rumah bagi berbagai jenis tumbuhan dan satwa unik dan langkah. Lebah raksasa Wallace di Halmahera merupakan satu-satunya serangga yang hidup di Kepulauan Maluku Utara setelah terakhir terlihat pada tahun 1981 dan kembali ditemukan pada Februari 2019 oleh fotografer satwa dan alam Caly Bolt.

“ Anugerah berupa keanekaragaman hayati yang unik dan langkah tersebut menjadi kebanggan sekaligus potensi kekayaan alam Maluku Utara. Selain wisata minat khusus ataupun dapat menjadi bahan penelitian bagi para peneliti dalam negeri maupun luar negeri. Untuk itu, kepada seluruh warga masyarakat saya mintakan untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan agar dapat menjadi aset bangsa dan warisan generasi yang akan dating,” pinta guburnur.





Menjaga, memelihara dan melestarikan wilayah konservasi hayati sebenarnya tidak terlalu sulit. Abdul Gani bilang masyarakat cukup menjaga alam sekitarnya dan tidak menebang pohon yang menjadi tempat berlindung atau rumah satwa secara ilegal. Masyarakat juga tidak melakukan perburuan dan perdagangan satwa liar secara ilegal serta tidak pemanfaatan hutan yang tidak terkendali.

“ Sekarang sudah saatnya kita harus mulai mengambil langkah-langkah untuk mencegah hal-hal yang sifatnya akan mengarah pada kerusakan-kerusakan,” pungkasnya.

Dirjen Konserfasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK  RI Indra Eksploitasya menyebutkan dalam 3 tahun terakhir (2015-2018) peningkatan kasus perburuan liar masih signifikan. Pada 2018 kurang dari 79 kasus telah diselesaikan atau di P-21 oleh pihak Kejari.





Dijelaskan, upaya pemanfaatan terhadap satwa agar tetap lestari pada habitatnya perlu perlindungan yang dibarengi pemanfaatan yang lestari masyarakat. “ Jadi dalam hal ini ketika kita melakukan perlindungan, masyarakat pun harus bisa mendapatkan manfaat terhadap satwa maupun tumbuhan, namun tidak dimanfaatkan secara langsung. Dalam hal ini bisa dimanfaatkan misalnya dengan pengembangan wisata,” ujarnya.

Menurut Indra, Maluku Utara banyak sekali ditemukan potensi-potensi wisata sangat bagus dan bisa dimanfaatkan sebagai wisata terbatas. “ Keanekaragaman hayati sebagai asset. Kalau misalnya kita menjadikan ini sebagai aset, kita akan menjaga dan tetap dilestarikan sehingga anak cucu kita pun bisa memanfaatkannya,” terangnya.

Dialog yang dipimpin langsung oleh Gubernur Malut, Dirjen KSDAE dan Kepala Dinas Kehutanan Malut Syukur Lila itu melibatkan enam kabupaten/kota. Yaitu Kota Ternate, Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Timur, Halmahera Utara, Halmahera Barat, Helmahera Tengah dan Halmahera Selatan. Acara yang diakhiri dengan penandatangan prasasti dan penyerahan cendra mata antara Pemerintah Provinsi dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kahutanan itu juga dihadiri Forkopimda Malut beserta empat kesultanan di Maluku Utara. (brn/red/adv)





Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan