7 Langkah Ini Bakal Dilakukan Pemkab Morotai di 2019

![]() |
Ketua PGRI Morotai, Arafik M Rahman |
TERNATE, BRN – Pembangunan sumber daya
manusia menjadi faktor inti dalam penyusunan program kerja seorang kepala
daerah. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur
capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup
tentu sangat di harapkan.
Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun
melalui pendekatan tiga dimensi dasar yang mencakup usia panjang dan sehat, pengetahuan,
dan kehidupan yang layak. Angka pencapaian IPM suatu daerah akan menjadi
gambaran kuaitas hidup masyarakat di suatu daerah. Hal ini akan menjadi gengsi
tersendiri jika angka tersebut dibandingkan dengan angka pencapaian daerah lain.
Ketua PGRI Morotai, Arafik M Rahman menyarankan,
setidaknya ada 7 (Tujuh) langkah yang harus dilakukan Pemkab Morotai untuk meningkatkan
IPM di Morotai. Langkah pertama adalah penelusuran AUSTS (Anak Usia Sekolah
Tidak Sekolah). AUSTS meliputi penduduk usia 7-12 tahun yang sedang tidak
menempuh pendidikan di SD/MI, usia 12-15 tahun yang sedang tidak menempuh
pendidikan di SMP/MTs, dan usia 15-18 yang sedang tidak bersekolah di
SMA/SMK/MA.
Adanya anak usia sekolah yang tidak sekolah sangat
memengaruhi rata-rata lama sekolah warga Morotai, jika angka lama sekolahnya
rendah maka IPMnya rendah. Hal itu terjadi karena angka lama sekolah menjadi
salah satu unsur yang dipertimbangkan dalam pengukuran IPM.
“ Penelusuran yang dilakukan Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Morotai bertujuan menemukan anak-anak
tersebut untuk kemudian di fasilitasi agar mereka dapat menempuh pendidikan,”
kata Arafik kepada Brindonews.com, Jumat (7/12).
Yang kedua melalui Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM). Menurutnya, dengan melihat hasil penelusuran AUSTS diketahui
sebagian tidak memungkinkan belajar di sekolah reguler, maka langkah
selanjutnya adalah membawa mereka belajar di PKBM atau lebih dikenal Kejar
Paket (Kelompok belajar sistem paket) A, B, atau C yang disebut pendidikan
kesetaraan.
Sistem pendidikan ini sudah ada sejak masa
orde baru. Tetapi dengan bertambahnya jumlah lembaga pendidikan formal, sistem
ini banyak ditinggalkan. Lambat laun PKBM-PKBM yang ada semakin kecil atau
bubar. Sekarang PKBM-PKBM yang sudah pasif itu akan diaktifkan kembali agar
bisa menampung sebagian dari AUSTS.
“ Langkah ketiga dilakukan dengan mewaspadai
anak-anak putus sekolah. Diharapkan sekolah tidak membiarkan siswanya putus
sekolah. Jika dalam proses pendidikan di sekolah terdapat gejala gejala siswa
akan putus sekolah, hendaknya sekolah secara pro aktif berupaya untuk
mencegahnya. Jika karenatingkah lakunya sekolah akan mengembalikan siswa kepada
orang tuanya, maka harus dipastikan siswa tersebut bersekolah lagi (pindah).
Demikian pula jika ada siswa yang berpamitan untuk pindah sekolah. Maka sekolah
asal harus memastikan dulu bahwa telah ada sekolah yang akan menampungnya.
Banyak pilihan untuk bersekolah. Telah tersedia sekoah reguler SD/MI, SMP/MTs,
SMA, SMK/MA atau pada jalur pendidikan kesetaraan (Paket A, Paket B, Paket C),
atau juga sekoah terbuka baik SMP Terbuka maupun SMA Terbuka. Proses ini
dilakukan dengan tujuan untuk mencegah bertambahnya anak usia sekolah tidak
sekolah,” pungkasnya.
Langkah keempat, kata dia, yang dilakukan
adalah dengan mengawal lulusan sekolah. Kewajiban dari lembaga pendidikan di
semua jenjang tidak hanya mendidik siswanya sampai lulus, tetapi juga
memastikan mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Menurut Arafik, langkah ini sangat memerlukan
kepedulian sekolah. Sekolah bisa memotivasi siswa untuk terus melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi sebagai bagian dari tangga menuju masa depan yang
lebih baik. Jauh sebelum ujian dilaksanakan, para guru di sekolah bisa mengondisikan
hal tersebut.
“ Di beberapa kasus rendahnya perolehan nilai
ujian salah satunya disebabkan karena tidak adanya niat untuk melanjutkan.
Melanjutkan motivasi tersebut maka setelah pengumuman kelulusan sekolah masih
harus mengkomunikasikan kemana siswa merencanakan untuk melanjutkan sekolah,”
katanya.
Dengan melihat perolehan nilai ujian saat
kelulusan siswa dapat menentukan kemana melanjutkan pendidikannya. Dia mengatakan,
sekolah harus memiliki data awal. Sehingga anak-anak kemudian berproses
mendaftar dan mengikuti seleksi penerimaan siswa baru, disamping itu sekolah juga
memproses ijazah anak-anak yang sudah lulus.
“ Pada saat sekolah membagikan ijazah,
biasanya telah terpetakan siswa yang melanjutkan dan kemana melanjutkannya
maupun siswa yang tidak melanjutkan dan apa kegiatan mereka. Sekolah masih bisa
berperan dengan memotivasi mereka yang memlih tidak melanjutkan dengan
diarahkan ke pendidikan kesetaraan atau sekolah-sekolah terbuka,” kayanya
sembari menambahkan, masalaah lain memungkin akan muncul. Misal ketika siswa
sudah memutuskan melanjutkan ke jenjang tinggi tetapi keadaan ekonomi tidak
mendukung.
Langkah kelima, lanjutnya, Pemkab Morotai
harus memperbanyak beasiswa baik beasisa miskin maupun beasiswa siswa
berprestasi. Warga tidak mampu memiliki Kartu Indonesia Pintar (KIP), bagi
warga miskin yang belum mendapat KIP, Pemkab Morotai menyediakan Kartu Morotai Pintar (KMP).
Dengan demikian, anak miskin bisa menikmati
pembebasan atas segala pungutan dari sekolah. Di tambah beasiswa miskin bagi
pemegang KIP ataupun KMP untuk pemenuhan kebutuhan selama menempuh pendidikan.
“ Langkah keenam yaitu memperluas akses
masyarakat terhadap informasi-informasi pendidikan. Masyarakat harus tahu bahwa
pemerintah telah menyediakan berbagai fasilitas mulai dari program pengentasan
AUSTS, beasiswa miskin, pembebasan dari segala jenis pungutan, beasiswa
prestasi, program bidik misi, berbagai beasiswa di perguruan tinggi, pendidikan
kesetaraan, sekolah terbuka, office shooling, dan lain sebagainya,” kata
Arafik.
Untuk memerluas langkah keenam ini,
dibutuhkan peran pemerintah baik pemerintah kecamatan, UPT Dinas Pendidikan, pemerintah
kelurahan sampai dengan pengurus RT. Di harapkan forum koordinasi di tingkat
kecamatan yang mempertemukan semua unsur menjadi ajang peningkatan akses
masyarakat di bidang pendidikan ini. Terutama UPT Dinas Pendidikan di
kecamatan-kecamatan diharapkan aktif menginformasikan seegala kebijakan dan
program program tersebut.
“ Untuk langkah ketujuh, pemerintah lebih
meningkatkan pemberdayaan masyarakat. Misal warga yang tidak melanjutkan
pendidikan tinggi bisa bina mengolah/mengembangkan usaha rumahan. Selain menekan
angka pengangguran, pembinaan ini juga meningkatkan kesejahteraan keluarga. Karena
rata-rata buruh pabrik di seagian besar lulusan SMP dan sebagian kecil lulusan
SMA/SMK,” terangnya.
Arafik mengungkapkan, program ini
diselenggarakan dengan mendirikan kelompok belajar yang menempuh kesetaraan
paket B dan C di perusahaan-perusahaan atau kantor melalui kerjasama dengan
PKBM yang ada. Juga bekerjasama dengan Universitas terbuka untuk karyawan yang
ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
“ 7 langkah ini diharapkan tidak ada warga
yang tidak bersekolah, sehingga angka rata-rata lama sekolah meningkat. Jika
lama sekolah meningkat tentu IPM Morotai akan naik. Sebetulnya tujuan akhir
dari program-program tersebut bukan sekedar IPM tetapi bagaimana kesejahteraan
masyarakat akan meningkat. Dengan pendidikan yang lebih tinggi masyarakat akan
lebih berdaya dan mampu menyejahterakan dirinya dan keluarganya sehingga mata
rantai kemiskinan akan terputus,” harapnya. (brn)