![]() |
Pasukan empat (pengibar bendera merah putih) bersiap-siap menuju tiang bendera untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih |
Ia adalah Kristin Ardianti Yamudi, putri pasangan Rudi Yamudi dan Serlin Laba. Gadis kelahiran
Domato, Jailolo Selatan inipun menyampaikan rasa syukurnya usai upacara di
Lapangan Sasadu Lamo, Desa Acango, Kecamatan Jailolo.
“Semua berjalan lancar. Saya sangat bangga dan senang,” kata Kristin di Lapangan Sasadu Lamo, usai upacara, Sabtu (17/8/2019).
Kristin mengaku tak menyangka dia dipercayakan membawa baki Sang Saka Merah Putih. Meski itu bukan jahitan asli Fatmawati (bernama asli Fatimah) namun tugas tesebut diembannya penuh tanggung jawab. “Tara (tidak) sangka, pertama kali ikut Paskibraka langsung di tunjuk sebagai pembawa baki,” kata gadis berusia 16 tahun ini.
“Semua berjalan lancar. Saya sangat bangga dan senang,” kata Kristin di Lapangan Sasadu Lamo, usai upacara, Sabtu (17/8/2019).
Kristin mengaku tak menyangka dia dipercayakan membawa baki Sang Saka Merah Putih. Meski itu bukan jahitan asli Fatmawati (bernama asli Fatimah) namun tugas tesebut diembannya penuh tanggung jawab. “Tara (tidak) sangka, pertama kali ikut Paskibraka langsung di tunjuk sebagai pembawa baki,” kata gadis berusia 16 tahun ini.
![]() |
Kristin Ardianti Yamudi saat menuju tiang bendera |
Termotivasi Sejak Kecil
Siswi SMAN 7 Halbar
mengaku ambisinya menjadi Anggota Paskibraka sejak kecil. Ia termotivasi saat
melihat senior-seniornya mengibarkan Merah Putih setiap prosesi 17 Agustus di
Halbar.
“Saya kemudian berambisi
untuk ambil bagian. Walau baru baru pertama, perjuangan saya tahun ini tercapai
sampai lolos seleksi sebagai Anggota Paskibraka Kabupaten Halmahera Barat,”
kata kristin mengishkan.
Anak sulung dari ketiga
bersaudara ini mengatakan sebelum hari H pengibaran, orangtuanya sudah
mendengar siapa pembawa bendera Merah Putih
negara Indonesia pada proses HUT Kemerdekaan RI Ke-74. Ia pun mendapat pesan khusus dari orangtuanya.
“Mama
deng (dengan) papa pasang
(mengingatkan) tetap semangat, terus
berdoa dan pantang menyerah serta terus
berjuang,” katanya sembari mengaku ayahnya
sehari-hari bekerja sebagai buruh kasar dan ibunya pengurus rumah tangga.
“Papa saya hanya kerja baaspal (mengaspal) jalan. Papa kerja baaspal jalan dari saya kecil sampai sekarang,” kata Kristin mengisahkan profesi ayahnya.
“Papa saya hanya kerja baaspal (mengaspal) jalan. Papa kerja baaspal jalan dari saya kecil sampai sekarang,” kata Kristin mengisahkan profesi ayahnya.
Cita-cita Jadi Polwan
Kristin mengatakn banyak
mendapat pengalaman berharga selama mengikuti karantina. Pengalaman selama
sebulan itu bukan hanya membuatnya bangga, namun disisi lain membanggakan
keluarganya.
“ Di paskibra itu kebersamaannya, kalau dihukum (jungkir). Tapi hukuman
itu kita ambil sisi baiknya sehingga kita menjadi anggota paskibraka yang
berhasi,” katanya.
Rampung dan sukses menjalani tugasnya sebagai Paskibraka, kini Kristin memilih fokus terhadap pendidikannya di sekolah. Cita-citanya menjadi Polwan, menurutnya tidaklah mudah dan harus diimbangi pula dengan prestasi akademik.
Rampung dan sukses menjalani tugasnya sebagai Paskibraka, kini Kristin memilih fokus terhadap pendidikannya di sekolah. Cita-citanya menjadi Polwan, menurutnya tidaklah mudah dan harus diimbangi pula dengan prestasi akademik.
“Sesibuk apapun kegiatan diluar pelajaran sekolah, jangan sampai lupa melakukan tugas utama pelajar yaitu belajar. Supaya membanggakan orangtuanya, saya sudah bertekad ingin menjadi Polwan,” terangnya. (haryadi/red)