![]() |
RICUH: Terlihat salah anggota polisi mengisi amunisi gas air mata. |
Sepeti
biasa, sebelum memulai aksi, para demonstran rata-rata anak petani itu berjalan
puluhan kilo meter untuk berkumpul di satu titik. Bakar ban bekas, lemparan batu ke arah
petugas, penembakan gas air mata, bentrok, saling kejar dan penyemprotan water
cannon tak dapat terhindarkan.
Di jilid V ini, KOPRA menunjukkan agak
sedikit berbeda dengan demostrasi sebelumnya. sesekali massa aksi meminta
bahkan mengecam dan mengutuk setiap perlawanan (penembakan gas air mata) yang
di lakukan polisi. Siang itu sinar matahari di taman landmark, Jl. Pahlawan Revolusi
panas dan gerah. Panas menyengat di kulit kepala itu tak menurunkan semangat
mereka berteriak lantang.
Kobaran api dari ban bekas itu tiba-tiba terdengar
teriakan “hotuuuu”. Identitas etnik
Tobelo dan Galela ini diwujudkan dengan tarian cakelele. Tarian yang di dominasi kaum Adam dan Hawa sebagai penari
semakin di pertontonkan di hadapan polisi
yang berjaga-jaga saat itu. Di iringi musik khas cakelele menandakan kondisi
saat itu mulai tidak lagi steril.
![]() |
Tarian cakelele di lakukan mahasiswa/massa aksi di hadapan polisi |
Benar saja, tarian yang sebelum atau
sepulangnya para prajurit Maluku Utara berangkat perang dan memiliki makna tersendiri
(apresiasi kepada leluhur) itu berubah
asap putih tebal. Warga di lokasi sekitar mengalami perih mata. Beberapa mahasiswa
di amankan karena dianggap provokator.
![]() |
Suasana lokasi aksi |
![]() |
Massa aksi yang di amankan. Insert: satu mahasiswa diamankan di Mobil Ambulance Polisi |
![]() |
Salah satu mobil dinas yang di palang massa aksi. |
Kompol Jufri mengungkapkan, meski pihaknya mencoba
melerai, namun massak aksi makin anarkis. Polisi kemudian membubarkan menggunakan
AWC. Bahkan massa semakin melempari petugas menggunakan batu dan balok.
“ Sesuai protap, kita bubarkan dengan gas air mata dan
beberapa mahasiswa yang diduga sebagai provokator sudah diamankan,” ungkapnya. (RBL/red)